Malaysia 27/11/2023. Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi mengirimkan tiga orang dosennya untuk menghadiri undangan konferensi internasional di Universitas Sultan Zaenal Abidin (UniSZA) Trengganu Malaysia. Ketiga dosen tersebut yakni Dr. Najamudin, M.S.I Ketua Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), Muhammad Syaoki, M.S.I Ketua Program Studi Manajemen Dakwah, dan Zaenudin Amrulloh, MA Sekretaris Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam (PMI). Kegiatan ini merupakan bagian dari tindak lanjut pelaksanaan kerjasama antara Universitas Islam Negeri Mataram dengan UniSZA Malaysia yang sudah berlangsung lama. Kedua Perguruan Tinggi ini telah banyak melakukan kegiatan bersama di bidang Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian pada Masyarakat.
Acara yang berlangsung di Fakulti Pengkajian Umum dan Pendidikan Lanjutan (FUPL) tersebut berlangsung khidmat. Terdapat enam penyaji dalam konferensi yang bertemakan Integration of Artificial Intelegence in Humanities Studies Prospect and Challenges. Dr. Farah Syazrah dari UniSZA dalam paparannya menekankan pentingnya Integrasi Pendidikan dan Teknologi sebagai upaya membangun keseimbangan akademik peserta didik tidak hanya secara kognitif namun juga dalam sistem pembelajaran yang integratif.
Sementara itu Dr. Najamudin menyoroti pentingnya peran teknologi komunikasi untuk mendorong kebebasan berpendapat dalam sebuah negara demokrasi. Teknologi juga menurutnya dapat meningkatkan partisipasi kelembagaan dari berbagai organisasi masyarakat yang ada. Ia menambahkan, teknologi memungkinkan masyarakat ikut terlibat dalam proses pengawasan pelaksanaan hukum dalam sebuah negara.
Ia menambahkan kebebasan berpendapat merupakan salah satu modal sosial yang begitu penting dalam sebuah negara demokrasi. Adanya teknologi komunikasi memungkinkan orang memiliki lebih banyak ruang untuk menyampaikan pendapatnya.
Dr. Nazaita selaku penyaji terakhir di hari pertama memaparkan pentingnya penanaman nilai-nilai etis di tengah perkembangan teknologi informasi. Nilai-nilai tersebut bisa berasal dari agama, adat istiadat, maupun regulasi yang berlaku dalam suatu negara. Ketiadaan nilai-nilai dalam perkembangan teknologi membuat kemajuan tersebut kehilangan arahnya. Pelaksanaan konferensi di hari kedua diisi dengan pemaparan dari Dr. Naim Fakhirin dari UniSZA. Naim mengungkapkan saat ini artificial intelegence dalam kajian sejarah sudah mulai marak digunakan. AI dalam kajian sejarah banyak digunakan untuk mengkaji literatur-literatur klasik yang sangat sulit diungkap dengan metode konvensional. Kajian sejarah di beberapa negara digunakan untuk membantu membaca naskah-naskah kuno dalam berbagai bahasa. Kemampuan AI yang seolah tanpa batas ini sangat memudahkan riset-riset tentang sejarah.
Zaenudin Amrulloh selaku penyaji kedua di hari kedua membahas pentingnya Membahas pentingnya toleransi di tengah keberagaman agama dan budaya saat ini. Agama dan budaya menjadi alat perekat keberagaman hal itu dicontohkan di salah satu desa yang bernama terbango di Pulau Lombok. Hal itu dipaparkan untuk menekankan pentingnya saling toleransi dan bersikap moderat terlebih di tengah kemajuan teknologi yang membuat masyarakat menjadi makin mengenal budaya satu sama lain namun juga kadang membuat orang-orang menjadi lebih mudah tersinggung dan saling menyerang perbedaan-perbedaan budaya maupun agama.
Materi terakhir dipaparkan oleh Muhammad Syaoki ia mengupas kontribusi dakwah dalam pembentukan perilaku hukum di tengah masyarakat. Syaoki memaparkan bahwa aktivitas dakwah seharusnya dapat menjadi salah satu instrumen pembentukan perilaku hukum untuk menciptakan masyarakat yang sadar terhadap hukum. Aktivitas dakwah yang banyak baik di Indonesia maupun di Malaysia merupakan peluang bagi peningkatan kesadaran terhadap hukum lewat mimbar-mimbar dakwah yang dilaksanakan di kedua negara. Menambahkan kemajuan teknologi komunikasi saat ini juga dapat menjadi penguat aktivitas dakwah dalam konteks pembentukan hukum. Hal itu disebabkan karena dengan adanya teknologi manusia bisa mengakses berbagai macam konten-konten terkait dengan dakwah.